KESEPIAN |
Kini, banyak orang mempunyai account
facebook dan twitter, untuk tetap
terhubung satu sama lain, untuk bisa tahu apa yang tengah dilakukan temannya
atau komunitasnya. BbM, YM, intant messenger menjadi sarana penghubung yang tak
kenal cuaca, waktu (waktu kerja, waktu keluarga maupun waktu berdoa, bahkan -
waktu tidur sekali pun). Memang tidak semua orang ber - account twitter dan facebook maupun melakukan online chat adalah orang-orang kesepian.
Premisnya tidaklah demikian. Namun faktanya, hampir semua orang sepertinya
ingin menyapa dan disapa, berkomentar dan dikomentari; ingin menjadi bagian
dari komunitas. Mall, cafe dan resto makin ramai dikunjungi bukan sekedar untuk
mengenyangkan perut, namun sebagai kesempatan untuk networking, reuni dan
menyambung rasa. Keinginan untuk keep
in touch menjadi kebutuhan yang tidak ada hentinya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal ini, namun persoalannya, ternyata banyak orang yang tetap merasa kesepian di tengah kongkow-kongkow, di tengah keramaian maupun di tengah tingginya frekuensi lalu lintas komunikasi via chatting online. Kesepian tidak dialami orang yang tinggal di puncak gunung atau desa terpencil, karena mereka yang hidup di kota besar yang padat penduduk dan hingar bingar hiburan pun ternyata lebih banyak yang merasa kesepian.
Perasaan Kesepian
Perasaan kesepian memang sering di korelasikan dengan tiadanya teman dan kurangnya kasih sayang. Menurut James Park, seorang filsuf beraliran eksistensialis mengatakan bahwa perasaan kesepian tidak selalu disebabkan oleh kurangnya cinta dan teman, namun karena sering disalahartikan dan tidak dipahami, maka segala jenis kesepian lantas diatasi dengan cara bersosialisasi, pacaran, menikah, dsb yang semua berkaitan dengan interpersonal relationship. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini ada uraian singkat mengenai penyebab kesepian yang ternyata bukan melulu urusan cinta.
Penyebab Kesepian
Anak-anak, remaja, orang muda hingga manula,
pernah mengalami rasa kesepian. Anak-anak merasa kesepian ketika ditinggal pergi
orangtua mereka. Istri/suami yang kesepian karena kehilangan pasangan, akibat
kematian atau perpisahan. Seorang gadis atau pemuda kesepian setelah putus dari
pacar. Ibu yang kesepian karena anak-anaknya tinggal di luar kota. Atau
seseorang yang karena sakit harus tinggal di rumah atau di rumah sakit,
terisolasi dari teman-teman dan keluarga. Pindah rumah atau pindah sekolah bisa
juga menyebabkan kesepian karena tercabut dari komunitasnya dan harus
menghadapi komunitas baru.
Kesepian yang disebabkan perubahan sosial atau pun perubahan kondisi eksternal
dikatakan bersifat temporer dan relatif lebih mudah diatasi.
Sementara itu ada
jenis kesepian lain yang disebutkan di atas, yakni merasa kesepian di tengah
keramaian, berada di pesta, sedang berkumpul dengan teman, berada di tengah
keluarga. Jadi dalam situasi dan lingkupan apapun, perasaan kesepian itu tetap
ada. Inilah yang dikatakan existential
loneliness. Seseorang yang mengalami eksistensial loneliness, tidak peduli
sebanyak dan setinggi apapun frekuensi outing, dating dan chatting-nya, akan
tetap merasa kesepian. Menurut artikel dari Associate Press, "quantity of contact does not translate into
quality of contact".[3]
Existential Loneliness/kesepian
eksistensial
Kesepian eksistensial kerap menjadi sesuatu
yang bersifat kronis karena sudah terjadi dalam jangka waktu lama tanpa
disadari atau memang sengaja diabaikan. Artinya, perasaan kesepian itu disadari
namun tidak ditindaklanjuti karena berpikir perasaan itu disebabkan karena
faktor lingkungan.
Kesepian yang bersifat kronis ini menimbulkan perasaan hampa yang menyedihkan,
sehingga banyak yang tidak tahan dan mengalami depresi. Kehampaan yang
bersumber dari dalam jiwa ini terjadi karena sebab yang bermacam-macam, bisa
karena hidup tanpa arah dan tujuan, sehingga dari hari ke hari seperti robot,
hanya mengikuti irama rutinitas. Ada yang belum menemukan makna, karena
hidupnya sangat terbatas, bukan miskin - tapi terlalu steril, flat, datar
karena terlalu takut mengambil resiko sehingga tidak berani mengarungi
kesempatan dan kemungkinan. Ada pula yang merasa kosong, karena tidak menemukan
hal baik dan positif dari dirinya, sehingga tidak tahu apa gunanya dia
dilahirkan, apa gunanya kehidupan ini dan apa gunanya ia bagi orang lain.
Ada yang berusaha menghilangkan rasa sepi, hampa dan kosong dengan bergaul
sebanyak dan sesering mungkin. Ada pula yang mencari cinta, karena dipikirnya,
cinta seseorang akan melengkapi kekosongan jiwa. Seperti kata Tom Cruise dalam
film Jerry McGuire, yang berkata "you
complete me". Secara filosofis dan psikologis, kehampaan jiwa tidak
mungkin diatasi dengan menanam cinta/import cinta dari luar, dan hal ini
menurut para filsuf adalah tindakan ilusi yang "tidak nyambung". Maka, ganti pasangan, mencari cinta baru yang
dianggap dan diharapkan bisa mengatasi kekosongan - adalah tindakan mustahil.
Karena solusinya tidak bisa dengan menambal kehampaan dari luar.
Pertumbuhan itu harus dari dalam.
Dampak dari kesepian
Perasaan kesepian jika berkepanjangan bisa menimbulkan berbagai persoalan
lanjutan. Problem adaptasi sosial, sulit berteman, suka menyendiri bahkan
hambatan akademik yang membuat prestasinya jauh dari optimal, merupakan dampak
dari perasaan kesepian panjang yang dialami oleh anak-anak. Bahkan, menurut
Marano, anak-anak kesepian karena social rejection, diabaikan dan disingkirkan
dari lingkungan sosial (ataupun keluarga), merupakan salah satu penyebab putus
sekolah; karena dalam kesehariannya, mereka cenderung menunjukkan perilaku
agresif, dan apa yang diistilahkan sebagai kenakalan, serta bentuk perilaku
antisosial lainnya. Di kalangan dewasa, kesepian dikatakan sebagai penyebab depresi serta adiksi,
baik itu adiksi terhadap relationship (co-dependent),
sex, belanja (shopaholic), kerja (workaholic),
alkohol /minuman keras, maupun obat-obatan terlarang (substant abuse).
Secara medis juga memperlihatkan dampak kesepian terhadap kesehatan. John
Cacioppo dari University of Chicago meneliti dampak kesepian ini dan secara
mengejutkan menemukan bahwa:
- Orang yang kesepian dilaporkan mempunyai tingkat stress yang lebih tinggi, bahkan di saat rileks dibandingkan dengan orang-orang yang tidak kesepian.
- Kesepian meningkatkan sirkulasi hormon stress dan meningkatkan tekanan darah. Pengaruhnya kepada sistem sirkulasi jantung yang bekerja lebih keras dan menghadapi potensi kerusakan akibat tekanan yang tidak stabil.
- Kesepian mengganggu kualitas dan efektivitas tidur sehingga menghambat proses restorasi fisik maupun psikologis yang diperlukan tubuh. Orang-orang yang mengalami kesepian lebih sering terbangun malam hari dan tidur lebih sedikit dibandingkan mereka yang tidak kesepian.
Indahnya kesepian
Kesepian tidak selalu berdampak buruk.
Kesepian eksistensial, yakni kesepian yang tidak disebabkan persoalan
interpersonal merupakan alarm dari situasi yang harus segera di hadapi atau
diselesaikan.
A person enters the state of
loneliness when some compelling, essential aspect of life is suddenly
challenged, realized, threatened, altered, or denied; the individual is
confronted with the awareness of choice and the possibility of meaning or its
lack. When positively embraced and confronted, loneliness has a salutary role:
the integration and deepening of self. Through loneliness, the individual
"discovers life, who he is, what he really wants, the meaning of his
existence, [and] the true nature of his relation with others. (Moustakas, 1961)
Dengan demikian, perasaan kesepian yang
dialami perlu di pertanyakan. Tidak semua bisa di obati dengan cara
bersosialisasi atau pun mencari cinta yang baru. Perasaan kesepian bisa jadi
pertanda bahwa ada kebutuhan mendesak yang harus kita tanggapi dalam diri
sendiri, entah itu untuk menyelesaikan persoalan yang tertunda, menanggapi
tantangan hidup, harus mengembangkan potensi diri, membuat keputusan akan masa
depan dan menjalaninya dengan berani, atau untuk menginggalkan pola hidup
selama ini yang tidak produktif, dsb. Intinya, perasaan kesepian adalah awal
dari pertumbuhan. Maka, adalah keliru jika orang berusaha menghindari kesepian
karena dalam sepi lah kita bisa bertemu dengan diri sendiri dan berdialog
secara jujur untuk menemukan apa yang terbaik dan harus kita lakukan saat ini
dan di masa mendatang. Persoalan berikutnya adalah, bagaimana menjalankan apa
yang sudah seharusnya dan sudah saatnya untuk kita laksanakan. Semakin ditunda,
semakin jauh kita dari perjalanan menemukan diri dan menumbuhkan kepribadian
yang sesuai dengan tujuan & panggilan hidup kita.
Oleh : Jacinta F. Rini
Posting Komentar