Penyebab keengganan masyarakat, setidaknya pembaca dari situs Yahoo Indonesia,
Tentang membeli mobil murah terjawab. Melalui sebuah jajak pendapat yang
berlangsung sejak Kamis (19/9)-Jumat (20/9), kami bertanya, faktor apa
yang membuat Anda tak tertarik untuk membeli low cost green car (LCGC)?
Ada beberapa opsi yang kami ajukan, lebih memilih motor, lebih memilih mobil harga standar, lebih memilih angkutan umum, khawatir menyumbang kemacetan, khawatir dengan fitur keamanan yang terbatas, dan tidak mampu.
Mayoritas dari 7960 peserta polling menjawab bahwa mereka khawatir menyumbang kemacetan. Ada 3162 orang atau 40 persen yang memberi jawaban tersebut.
Faktor kemacetan juga yang jadi kekhawatiran utama Gubernur DKI Joko Widodo sampai ia berkirim surat ke kantor Wapres Boediono soal mobil murah. Meski Wapres Boediono sudah membuat instruksi untuk atasi kemacetan, ia bergeming soal mobil murah. Ia malah bilang industri otomotif adalah tulang punggung perekonomian negara.
Namun keberatan Jokowi ini mendapat tanggapan dari Menteri Perindustrian MS Hidayat yang notabene paling getol mendorong kebijakan mobil murah. Menurutnya, akan ada pengaturan dan kesepakatan agar distribusi mobil murah terbatas di DKI Jakarta, selain juga ada pembatasan di tiap wilayah.
Jika betul mobil murah akan ditujukan untuk pasar di luar Jakarta, bukankah artinya pemerintah berpotensi mengirimkan kemacetan di kota-kota lain di Indonesia selain Jakarta? Bukankah masalah angkutan umum yang tidak bisa diandalkan tak hanya ada di Jakarta, tapi juga di kota-kota lain di Indonesia? Lalu kenapa wacana pembatasan mobil murah ini baru dilakukan saat ada protes, dan bukannya diperhitungkan dampaknya sejak awal?
Posisi kedua, adalah mereka yang menjawab khawatir dengan fitur keamanan mobil murah yang terbatas. Dari pembaca yang mengikuti polling, ada 1836 orang (23 persen) yang memilih opsi ini.
Pemberitaan akan kecelakaan parah yang melibatkan AQJ, anak musisi Ahmad Dhani, dan menewaskan 6 orang tentu membuat orang berpikir akan pentingnya fitur keselamatan dalam sebuah kendaraan. Masalahnya, apakah mobil murah bisa memenuhi kebutuhan itu?
Harga 'murah' yang ditempelkan pada LCGC ternyata hanya sekadar label. Ada 14 persen atau 1162 orang yang menjawab tak tertarik pada mobil murah karena tak mampu.
Ini kata salah satu pembaca kami tentang mobil "murah" yang komentarnya mendapat jempol terbanyak.
Berikut hasil jajak pendapat selengkapnya.
Tentu hasil ini memunculkan pertanyaan lanjutan, setelah meluasnya penolakan atas mobil murah, apa yang menurut Anda, sebaiknya dilakukan pemerintah sekarang? Apakah terus melanjutkan kebijakan mobil murah atau hal lain?
penulis: Isyana artharini/yahoo
Ada beberapa opsi yang kami ajukan, lebih memilih motor, lebih memilih mobil harga standar, lebih memilih angkutan umum, khawatir menyumbang kemacetan, khawatir dengan fitur keamanan yang terbatas, dan tidak mampu.
Mayoritas dari 7960 peserta polling menjawab bahwa mereka khawatir menyumbang kemacetan. Ada 3162 orang atau 40 persen yang memberi jawaban tersebut.
Faktor kemacetan juga yang jadi kekhawatiran utama Gubernur DKI Joko Widodo sampai ia berkirim surat ke kantor Wapres Boediono soal mobil murah. Meski Wapres Boediono sudah membuat instruksi untuk atasi kemacetan, ia bergeming soal mobil murah. Ia malah bilang industri otomotif adalah tulang punggung perekonomian negara.
Namun keberatan Jokowi ini mendapat tanggapan dari Menteri Perindustrian MS Hidayat yang notabene paling getol mendorong kebijakan mobil murah. Menurutnya, akan ada pengaturan dan kesepakatan agar distribusi mobil murah terbatas di DKI Jakarta, selain juga ada pembatasan di tiap wilayah.
Jika betul mobil murah akan ditujukan untuk pasar di luar Jakarta, bukankah artinya pemerintah berpotensi mengirimkan kemacetan di kota-kota lain di Indonesia selain Jakarta? Bukankah masalah angkutan umum yang tidak bisa diandalkan tak hanya ada di Jakarta, tapi juga di kota-kota lain di Indonesia? Lalu kenapa wacana pembatasan mobil murah ini baru dilakukan saat ada protes, dan bukannya diperhitungkan dampaknya sejak awal?
Posisi kedua, adalah mereka yang menjawab khawatir dengan fitur keamanan mobil murah yang terbatas. Dari pembaca yang mengikuti polling, ada 1836 orang (23 persen) yang memilih opsi ini.
Pemberitaan akan kecelakaan parah yang melibatkan AQJ, anak musisi Ahmad Dhani, dan menewaskan 6 orang tentu membuat orang berpikir akan pentingnya fitur keselamatan dalam sebuah kendaraan. Masalahnya, apakah mobil murah bisa memenuhi kebutuhan itu?
Harga 'murah' yang ditempelkan pada LCGC ternyata hanya sekadar label. Ada 14 persen atau 1162 orang yang menjawab tak tertarik pada mobil murah karena tak mampu.
Ini kata salah satu pembaca kami tentang mobil "murah" yang komentarnya mendapat jempol terbanyak.
Berikut hasil jajak pendapat selengkapnya.
Tentu hasil ini memunculkan pertanyaan lanjutan, setelah meluasnya penolakan atas mobil murah, apa yang menurut Anda, sebaiknya dilakukan pemerintah sekarang? Apakah terus melanjutkan kebijakan mobil murah atau hal lain?
penulis: Isyana artharini/yahoo
Posting Komentar